Tahap Penyelidikan dan
Penanggulangan KLB Penyakit Menular dan
Keracunan Pangan
Menurut Kemenkes (2017), tata cara pelaksanaan penyelidikan dan penanggulangan KLB, dijelaskan bahwa dalam melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pangan dapat dilaksanakan dengan beberapa tahapan. Tahapan tersebut dapat dilakukan secara bersamaan, yang terpenting dalam tahapan kegiatan dipastikan memuat seluruh unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
Menegakkan atau Memastikan Diagnosis
Untuk membuat penghitungan kasus secara teliti guna keperluan analisis di tahapan berikutnya maka perlu memastikan diagnosis dari kasus-kasus yang dilaporkan terhadap KLB yang dicurigai.
Alasan mengapa langkah ini penting adalah :
- Adanya kemungkinan kesalahan dalam diagnosis
- Memastikan adanya tersangka atau adanya orang yang mempunyai sindroma tertentu.
- Informasi bukan kasus (kasus-kasus yang dilaporkan tetapi diagnosisnya tidak dapat dipastikan) harus dikeluarkan dari informasi kasus yang digunakan untuk memastikan ada/tidaknya suatu KLB.
- Diagnosis yang didasarkan atas pemeriksaan klinis saja mudah salah, sering tanda atau gejala dari banyak penyakit adalah tidak begitu khas untuk dapat menegakkan suatu diagnosis. Beberapa faktor penyulit lain seperti banyak penderita tidak memperlihatkan sindroma yang khas bagi penyakit mereka, serta dimungkinkan banyak serotipe dari spesies penyebab penyakit menular terdapat secara bersamaan di masyarakat. Oleh karena itu, bila mungkin harus dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis. Namun karena beberapa konfirmasi laboratorium membutuhkan waktu, maka kriteria tanda-tanda dan gejala-gejala suatu penyakit seperti pada daftar dibawah dapat dipertimbangkan untuk menetapkan diagnosis lapangan. Selanjutnya dapat ditetapkan orang-orang yang memenuhi kriteria/gejala berdasarkan diagnosis lapangan dapat dikategorikan sebagai kasus, sebaliknya orangorang yang tidak memenuhi kriteria/gejala dapat dikeluarkan dari kasus.
Memastikan terjadinya KLB
Dalam membandingkan insiden penyakit berdasarkan waktu harus diingat bahwa beberapa penyakit dalam keadaan biasa ( endemis) dapat bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit). Penggambaran pola penyakit penting untuk memastikan terjadinya KLB adalah pola musiman penyakit ( periode 12 bulan) dan kecederungan jangka panjang (periode tahunan). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda atau bulan yang sama tahun berbeda. Tujuan tahap ini adalah untuk memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah berjalan memang benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang “biasa” terjadi pada populasi yang dianggap mempunyai risiko terinfeksi. Apabila insidens yang tengah berjalan secara menonjol melebihi insidens yang “biasa”, maka biasanya dianggap terjadi KLB. Perbedaan-perbedaan kecil antara insidens yang “biasa” dan yang tengah berjalan dapat menimbulkan ketidakpastian, sehingga peneliti harus selalu waspada mencari kasuskasus baru yang dapat memastikan dugaan adanya KLB.
Populasi berisiko pada KLB kadang belum dapat dipastikan dengan teliti apabila KLB baru tersangka. Untuk itu dapat diasumsikan dengan seluruh populasi yang tinggal pada daerah geografik atau institusi tertentu tempat penyakit terjangkit. Apabila tersangka KLB diketahui atau diduga berjangkit di suatu populasi yang sangat terbatas misalnya suatu sekolah, rumah perawatan, tempat pemeliharaan anak bayi disiang hari atau kelompok sosial tertentu, maka informasi yang ada tentang angka insidens yang “biasa” dan yang tengah berjalan pada kelompok yang bersangkutan dapat digunakan untuk menetapkan terjadi atau tidaknya KLB.
Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang tengah berjalan
Apabila dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan penghitungan awal dari kasus-kasus yang tengah berjalan (orang-orang yang infeksinya atau keracunannya terjadi di dalam periode KLB) untuk memastikan adanya frekuensi kasus baru yang “berlebihan”. Pada saat penghitungan awal itu mungkin tidak terdapat cukup informasi mengenai setiap kasus untuk memastikan diagnosis. Dalam keadaan ini, yang paling baik dilakukan adalah memastikan bahwa setiap kasus benar-benar memenuhi kriteria kasus yg telah ditetapkan.
Konfirmasi hasil pemeriksaan penunjang sering memerlukan waktu yang lama, oleh karena pada penyelidikan KLB pemastian diagnostik ini sangat diperlukan untuk keperluan identifikasi kasus dan kelanjutan penyelidikan ini maka pada tahap ini paling tidak dibuat distribusi frekuensi gejala klinis.
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus sebagai berikut :
Cara menghitung distribusi frekuensi dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang ada pada kasus sebagai berikut :
- Buat daftar gejala yang ada pada kasus
- Hitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
- Susun kebawah menurut urutan frekuensinya
Laporan kesakitan yang diterima oleh dinas kesehatan segera dapat diolah untuk penghitungan kasus. Di samping catatan Dinas Kesehatan, sumber-sumber tambahan lain seperti dokter, rumah sakit atau klinik, dan laboratorium penting untuk diperhitungkan. Hubungan dengan dokter-dokter praktek kadang-kadang menyingkapkan kasus-kasus yang didiagnosis tetapi tidak dilaporkan, dan juga kasus- kasus tersangka yang diagnosisnya belum dapat ditegakkan. Rumah sakit dan klinik dapat memberikan informasi klinis dan laboratorium mengenai kasus-kasus yang dirawat dan melaporkan hasil tes diagnosis para tersangka secepatnya.
Kasus-kasus yang telah diketahui beserta orang-orang di sekitarnya merupakan sumber informasi yang penting untuk mendapatkan kasus-kasus tambahan yang tidak didiagnosis atau tidak dilaporkan. Kasus-kasus yang diwawancarai mungkin memberikan petunjuk ke arah adanya kasus-kasus subklinis maupun klinis di antara anggota keluarganya, sanak saudaranya atau kenalannya. Wawancara itu mungkin dapat menuntun kepada penemuan sumber infeksi, atau kontak yang menjadi sakit karena penularan dari kasus yang diwawancarai.
Sumber : http://www.indonesian-publichealth.com